31 Desember 2016

PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN REVALUASI

PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN REVALUASI



            A.    PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang pajak penghasilan, penyusutan atau depresiasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harga tetap berwujud dan amortisasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harga tetap tidak berwujud dan harga perolehan harta sumber alam. Jadi, UU PPh pengertian amortisasi mencakup juga pengertian depresi seperti yang dikenal dalam dunia akuntansi keuangan.  
           B.     PENYUSUTAN
Untuk menghitung besarnya penyusutan harga tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1.      Harta berwujud yang bukan berupa bangunan
2.      Harta berwujud yang berupa bangunan
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1.      Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4 tahun
2.      Kelompok 2: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8 tahun
3.      Kelompok 3: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 16 tahun
4.      Kelompok 4: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20 tahun
Harta berwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Permanen: masa manfaatnya 20 tahun
2.      Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan lama, atau bangunan yang tidak dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.
            C.    METODE DAN TARIF PENYUSUTAN
Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya diperkenankan digunakan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan saja.
Tabel berikut menggambarkan pengelompokan harta berwujud, metode, serta tarif penyusutannya:
KELOMPOK HARTA BERWUJUD
MASA MANFAAT
TARIF DEPRESIASI
GARIS LURUS
SALDO MENURUN
I.       Bukan Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4 Tahun
8 Tahun
16 Tahun
20 Tahun
25%
12,5%
6,25%
5%
50%
25%
12,5%
10%
II.    Bangunan
Permanen
Tidak Permanen
20 Tahun
10 Tahun
5%
10%
-
-
SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN
Saat penyusutan dapat dimulai pada:
1.      Bulan dilakukannya pengeluaran
2.      Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusuyannya dimulai dari bulan pengerjaan harta tersebut selesai
3.      Dengan ijin dari Direktur Jendral Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.
CONTOH PENGHITUNGAN PENYUSUTAN
Contoh 1:
PT nusantara mengeluarkan dana sebesar Rp 150.000.000,00 untuk pembangunan sebuah gedung. Pembangunan dimulai sejak tanggal 10 Agustus tahun 2008. Gedung tersebut selesai dibangun dan digunakan pada bulan Mei 2009. Penyusustan atas bangunan tersebut dimulai sejak bulan Mei 2009.
Contoh 2:
PT Sarimadu yang bergerak dalam bidang perkebunan tebu membeli traktor pada bulan Maret 2007. Perkebunan tersebut mulai memanen hasilnya pada bulan Juni 2009. Dengan persetujuan Dirjen Pajak, penyususn traktor dapat dilakukan mulai bulan Juni 2009.
Contoh 3:
PT Agri Jaya pada bulan Juli 2009 membeli sebuah alat pertanian yang mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp 1.000.000,00. Penghitungan penyusutan atas harta tersebut adalah sebagai berikut:
Alternatif I : Metode Garis Lurus:
Penyusutan tahun 2009:
                  6/12 x 25% x Rp 1.000.000,00 = Rp 125.000,00
Penyusutan tahun 2010:
                  25% x Rp 1.000.000,00 = Rp 250.000,00
Penyusutan tahun 2011:
25% x Rp 1.000.000,00 = Rp 250.000,00
Penyusutan tahun 2012:
25% x Rp 1.000.000,00 = Rp 250.000,00
Penyusutan tahun 2013:
Sisanya disusutkan sekaligus = Rp 125.000,00
Alternatif II Metode Saldo Menurun
Penyusutan tahun 2009 :
6/12 x 50% x Rp 1.000.000 = Rp 250.000
Penyusutan tahun 2010 :
50% x (Rp 1.000.000 – Rp 250.000) =
            50% x Rp 750.000 = Rp 375.000
Penyusutan tahun 2011 :
50% x (Rp 750.000 – Rp 375.000) =
50% x Rp 375.000 = Rp 187.500
Penyusutan tahun 2012 :
50% x (Rp 375.000 –Rp 187.500)
50% x Rp 187.500 = Rp 93.750
Penyusutan tahun 2013 :
Sisanya disusutkan sekaligus = Rp 93. 750
  1. AMORTISASI
Harta tak berwujud digolongkan menjadi :
1. Kelompok 1 : kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
2. Kelompok 2 : kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun.
3. Kelompok 3 : kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa mafaat 16 tahun.
4. Kelompok 4 : kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.
  1. METODE DAN TARIF AMORTISASI
Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun diamortisasi dengan metode garis lurus ( straight line method) dan metode saldo menurun (declining balnce method). Wajib pajak diperkenankan untuk memlih salah satu metode untuk melakukan amortisasi.
Tabel berikut menggambarkan pengelompokkan harta tak berwujud,metode, serta tariff amortisasinya.
Kelompok Harta Tak Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Amortisasi
Garis Lurus
Saldo Menurun
Kelompok 1
4 Tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 Tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 Tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 Tahun
5%
10%
Kelompok, metode, dan tariff amortisasi seperti disebutkan dalam tabel di atas berlaku juga untuk :
1.      Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan. Pengeluaran ini dapat juga dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran.
2.      Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Pengeluaran ini dikapitalisasikan kemudian diamortisasi sesuai tabel di atas. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa biaya operasional yang bersifat rutin, seperti biaya rekening listrik dan telepon, gaji pegawai, dan biaya kantor lainnya, tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.
CONTOH PENGHITUNGAN AMORTISASI
Contoh 4 :
PT Asti Jaya pada tanggal 4 Januari 2009 mengeluarkan uang sebanyak Rp 100.000.000 untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenyxcycle Ltd selama 4 tahun untuk memproduksi Sepeda Phoenix. Penghitungan amortisasi atas hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut:
Alternatif I : Metode Garis Lurus
Amortisasi tahun 2009 :
            25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2010 :
            25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2011 :
            25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2012 :
            25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
Alternatif II : Metode Saldo Menurun
Amortisasi tahun 2009 :
            50% x Rp 100.000.000,00 = Rp 50.000.000,00
Amortisasi tahun 2009 :
            50% x (Rp 100.000.000,00 - Rp 50.000.000,00)
            50% x Rp 50.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2011 :
            50% x (Rp 50.000.000,00 – Rp 25.000.000,00)
            50% x Rp 25.000.000,00 = Rp 12.500.000,00
Amortisasi tahun 2012 :
            Diamortisasi sekaligus = Rp 12.500.000,00
             F.     AMORTISASI BERDASAR METODE SATUAN PRODUKSI
I.       Hak/ pengeluaran dibidang penambangan minyak dan gas bumi
Amortisasi dengan metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode satuan produksi dilakukan dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi.
Contoh 5 :
PT Dira Oil mengeluarkan uangnyay sebesar Rp 1.000.000.000,00 untuk memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar 5.000.000 barel. Produksi minyak bumi tahun 2009 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi untuk tahun 2005 adalah :
Tarif amortisasi
= (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%
= (1.500.000 : 5.000.000) x 100%
= 30%
                  Amortisasi 2009
= 30% x Rp 1.000.000.00,00
= Rp 300.000.000,00
Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
II.    Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya
Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapkan pada amortisasi atas :
1.      Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi
2.      Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan
3.      Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang mempunya masa manfaat lebih dari satu tahun.
Contoh 6 :
PT Dira Wood mengeluarkan uang sebesar  Rp 1.000.000.000,00 untuk memperoleh hak pengusahaan hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 200.00 ha. jumlah yang sudah dimanfaatkan pada tahun 2009 adalah sebesar 80.000 ha.
Jumlah yang di amortisasi dengan presentase satuan produksi yang di realisasikan dalam tahun 2009 adalah sebesar :
                  (80.000 : 200.000) x Rp 1.000.000.000,00
= 40% Rp 1.000.000.000,00 = Rp 400.000.000,00
Jumlah yang boleh diamortisasi maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang diperkenankan hanyalah sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 200.000.000,00
            G.    REVALUASI (PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP)
Perbedaan nilai buku dengan nilai riil aktiva perusahaan dapat mengakibatkan kurang serasinya perbandingan antara penghasilan dengan beban, dan nilai buku dengan nilai interinsik perusahaan. Untuk mengurangi perbedaan tersebut, kepada wajib pajak perlu diberikan kesempatan untuk penilaian kembali aktiva tetap.
Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan dalan negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat, yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban dari Wajib Pajak yang bersangkutan, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Bumu dan Bangunan yang telah terutang sampai dengan masa pajak sebelum masa pajak dilakukan penilaian kembali.
Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah:
1.      Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan; atau
2.      Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari pemerintah.  Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan sebenarnya, Direktur Jendral Pajak menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai.
Perlakuan pajak atas selisih lebih penilaian kembali aktiva
Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 10%.
Contoh :
Pada akhir tahun 2008, PT Sukses melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai buku fuskal aktiva yang dinilai kembali per 31 desember 2009 adalah 100.000.000,00. Nilai wajar aktiva tersebut adalah 150.000.000,00. Besarnya PPh atas selisih lebih penilaian kembali aktiva adalah sebesar:
            Nilai wajar aktiva                                                        Rp 150.000.000,00
            Nilai buku fiskal aktiva                                                           Rp 100.000.000,00
            Selisih lebih penilaian kembali aktiva                         Rp   50.000.000,00
            PPh= Rp 50.000.000,00 x 10%
                   =Rp 5.000.000,00 (bersifat final)
Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.       Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali adalah nilai pada saat penilaian kembali.
b.      Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali aktiva tetap perisahaan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap tersebut.
c.       Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian aktiva tetap perusahaan.
Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.       Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
b.      Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahum pajak yang bersangkutan.
c.       Perhitungan penyusutan dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.

Tidak ada komentar:

CUSTOM SCRIPT